setiap suku bangsa di Indonesia, memiliki beragam norma yang telah menjadi acuan atau pedoman hidup sehari-hari. demikian pulaorang jawa. Dalam hasanah hidup kebudayaan jawa, tersimpan ribuan peribahasa, pepatah petitih yang tetep diamalkan, dan memberikan warna khusus bagi dinamika masyarakatnya hingga kini........
Yok kita langsung aja liat kata-kata orang jawa yang bisa kita jadikan nasihat dalam kehidupan sehari-hari...
Aja
Ngomong Waton, Nanging Ngomongo Nganggo Waton
Artinya, aja ngomong waton
(jangan asal berbicara), nanging ngomongo nganggo waton (tetapi,
berbicaralah dengan menggunakan patokan atau alasan yang jelas).
Peribahasa tersebut
merupakan ajakan untuk berbicara dengan cara yang tidak ngawur. Usahakan setiap
pembicaraan benar-benar memiliki landasan ataupun alasan yang jelas, dan dapat
dipertanggung jawabkan. Karena, kalau asal berbicar, salah-salah akan disamakan
dengan”orang gila”. Biasanya peribahasa ini digunakan untuk mengingatkan
siapapun yang suka menjelek-jelekkan orang lain, menganggap buruk atau salah
terhadap hal-hal yang sesungguhnya tidak dimengerti, menyebabkan kabar bohong,
dan lain-lain.
Untuk
menjaga hubungan baik dengan orang lain, setiap tutur kata perlu dijaga,
dicermati, diatur sebaik-baiknya. Agar tidak menimbulkan kesalah pahaman dan
rasa tidak senang darilawan bicara kita. Jika ada masalah jangan di
besar-besarkan, terlebih jika belum jelas duduk perkaranya.
Aja
rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa
Artinya,
aja rumangsa bisa (jangan merasa bisa), nanging bisa rumangsa
(tetapi, a bisa adalah sifat tidak terpuji karena dinilai sebagai wujud
kesombongan dan kebohongan.
Dalam peribahasa
ini, “merasa bisa dianggap ebagai sikap yang gegabah. Sebab, “merasa bisa”
belum tentu bisa. Lebih berbahaya lagi jika merasa bisa kemudian mengakui bisa,
dan berani mengatakan bisa. Sifat seperti itu dianggap buruk. Seandainya yang
bersangkutan dipercaya melaksanakan pekerjaan yang dirasanya bisa, dan ternyata
gagal, apakah tidak memalukan dan merugikan semua pihak ?
Bisa
rumangsa berarti tahu diri. Yaitu berani”merasa tdak bisa” Dan “mengakui
tidak bisa”. Padahal sisi lain, bisa rumangsa juga berarti memiliki
kesadaran yang cukup dalam mengukur diri sesuai kemampuan yang dimiliki. Dengan
mengamalkna seperti itu, pribadi yang bersangkutan akan memperoleh ketentraman
dan ketenangan hidup dilingkungannya. Ia akan dinilai sebagai orang yang jujur,
tidak sombong dan mampu menempatkan diri dengan baik didalam masyarakatnya.
Ngono
Ya Ngono, Ning Aja Ngono
Artinya, ngono ya ngono
(begitu ya begitu), ning aja ngono (tetapi, jangan begitu). Peribahasa ini merupakan peringatan agarr
orang tidak berbuat berlebihan, sehingga menimbulkan permasalahn baru yang
tidak diduga, sehingga mengganggu orang lain. Garis besarnya jangan suka
berbuat semau sendiri. Segala tindak perbuatan harus dipertimbangkan
masak-masak. Sebab, jika berlebihan, akan mendapat teguran karena perbuatan
tersebut dapat merugikan atau mengganggu orang lain.
Tepa
Slira
Artinya,
tepa (ukuran), slira (badan). Jelasnya, diukur atau dikenakan
dibadan sendiri. Jadi yang dimaksud tepa slira adalah imbauan agar segala
sesuatu yang terjadi diusahakan untuk diukur atau diterapkan pada diri sendiri,
agar perbuatan kita tidak semena-mena, semau sendiri tanpa memperdulikan orang
lain.
tepa
slira merupakan salah satu ajaran penting dijawa dalam menciptakan tenggang
rasa. Contohnya, kalau merasa sakit ketika dicubit, maka janganlah mencubit
orang lain. Jika tersinggung kalau diejek mengenahi kelemahan diri sendiri,
maka jangan pula mengejek kelemahan orang lain, karena dia juga pasti
tersinggung.
Desa
Mawa Cara, Negara Mawa Tata
Artinya,
desa mawa cara (desa mempunyai adat sendiri), negara mawa tata
(negara memiliki tatanan, aturan, atu hukum tertentu). Peribahasa tersebut
memuat inti dari pandangan kalangan tradisional jawa yang menghargai adanya
pluralitas dengan segala perbedaan adat kebiasaannya. Kaitannya dengan
pandangan ini, desa telah membentuk kebiasaan (angger-angger) untuk lingkungn
sendiri yang cenderung lebih lentur. Sementara negara memang memerlukan hukum
atau peraturan yang lebih tegas, namun bersumber pada adat-istiadat yang tumbuh
brkembang dalam masyarakat.
Peribahasa
ini juga mengingatkan kepada para pendatang yang tinggal didaerah lan. Dimanapun
berada, seseorang harus pandai-pandai memahami, menghormati dan menyesuaikan
diri dengan adat-istiadat setempat. Mana yang disetujui digunakan, mana yang
tidak disepakati jangan diterapkan. Meskipun demikian, janganlah melecehkan
nilai-nilai yang tdak disetujui, terlebih bermaksud mengubahnya secara drastis.
Sebab, perbuatan tersebut kemungkinan besar dapat menimbulkan kesalah paham
dengan pihak lain yang berjuang pada friksi dan konflik yang tidak diinginkan.
Ngilmu
Iku Kelakone Kanthi Laku
Artinya,
ngilmu iku (mencari ilmu itu), kelakone (tercapainya), kanthi
laku (lewat proses atau perjalanan lahir-batin). Menurut pandangan jawa, ngelmu
berbeda dengan ilmu. Ngelmu adalah ajaran batin untuk bekal hidup
di dunia dan akhirat. Untk memperolehnya pun memerlukan kekuatan batin serta
penghayatan pribadi, bukan dengan aktivitas logika melulu. Sedangkan ilmu
adalah pengetahuan yang dikemas secara sistematis, disusun berdasarkan
metodologi tertentu yang berlandaskan nalar atau logika.
Menurut
kepercayaan jawa, untuk mendappatkan ngelmu, seseorang harus menggunakan
rasa, batin, atau laku pribadi. Upaya tersebut jelas berbeda dengan mencari
ilmu yang harus duduk dibangku sekolah. Ngelmu juga hanya bisa dikuasai setelah
dilakoni . bukan sekedar dipelajari seperti matematika, melainkan
harus dipraktikkan sebagaimana shalat dan puasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar