ASSALAMUALAIKUM


ASSALAMUALAIKUM


Sabtu, 10 Juni 2017

NASIHAT HIDUP ORANG JAWA

NASIHAT HIDUP ORANG JAWA


setiap suku bangsa di Indonesia, memiliki beragam norma yang telah menjadi acuan atau pedoman hidup sehari-hari. demikian pulaorang jawa. Dalam hasanah hidup kebudayaan jawa, tersimpan ribuan peribahasa, pepatah petitih yang tetep diamalkan, dan memberikan warna khusus bagi dinamika masyarakatnya hingga kini........
Yok kita langsung aja liat kata-kata orang jawa yang bisa kita jadikan nasihat dalam kehidupan sehari-hari...

Aja Ngomong Waton, Nanging Ngomongo Nganggo Waton
Artinya, aja ngomong waton (jangan asal berbicara), nanging ngomongo nganggo waton (tetapi, berbicaralah dengan menggunakan patokan atau alasan yang jelas).
Peribahasa tersebut merupakan ajakan untuk berbicara dengan cara yang tidak ngawur. Usahakan setiap pembicaraan benar-benar memiliki landasan ataupun alasan yang jelas, dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena, kalau asal berbicar, salah-salah akan disamakan dengan”orang gila”. Biasanya peribahasa ini digunakan untuk mengingatkan siapapun yang suka menjelek-jelekkan orang lain, menganggap buruk atau salah terhadap hal-hal yang sesungguhnya tidak dimengerti, menyebabkan kabar bohong, dan lain-lain.
                Untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain, setiap tutur kata perlu dijaga, dicermati, diatur sebaik-baiknya. Agar tidak menimbulkan kesalah pahaman dan rasa tidak senang darilawan bicara kita. Jika ada masalah jangan di besar-besarkan, terlebih jika belum jelas duduk perkaranya.

Aja rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa
                Artinya, aja rumangsa bisa (jangan merasa bisa), nanging bisa rumangsa (tetapi, a bisa adalah sifat tidak terpuji karena dinilai sebagai wujud kesombongan dan kebohongan.
Dalam peribahasa ini, “merasa bisa dianggap ebagai sikap yang gegabah. Sebab, “merasa bisa” belum tentu bisa. Lebih berbahaya lagi jika merasa bisa kemudian mengakui bisa, dan berani mengatakan bisa. Sifat seperti itu dianggap buruk. Seandainya yang bersangkutan dipercaya melaksanakan pekerjaan yang dirasanya bisa, dan ternyata gagal, apakah tidak memalukan dan merugikan semua pihak ?
                Bisa rumangsa berarti tahu diri. Yaitu berani”merasa tdak bisa” Dan “mengakui tidak bisa”. Padahal sisi lain, bisa rumangsa juga berarti memiliki kesadaran yang cukup dalam mengukur diri sesuai kemampuan yang dimiliki. Dengan mengamalkna seperti itu, pribadi yang bersangkutan akan memperoleh ketentraman dan ketenangan hidup dilingkungannya. Ia akan dinilai sebagai orang yang jujur, tidak sombong dan mampu menempatkan diri dengan baik didalam masyarakatnya.

Ngono Ya Ngono, Ning Aja Ngono
            Artinya, ngono ya ngono (begitu ya begitu), ning aja ngono (tetapi, jangan begitu).  Peribahasa ini merupakan peringatan agarr orang tidak berbuat berlebihan, sehingga menimbulkan permasalahn baru yang tidak diduga, sehingga mengganggu orang lain. Garis besarnya jangan suka berbuat semau sendiri. Segala tindak perbuatan harus dipertimbangkan masak-masak. Sebab, jika berlebihan, akan mendapat teguran karena perbuatan tersebut dapat merugikan atau mengganggu orang lain.

Tepa Slira
                Artinya, tepa (ukuran), slira (badan). Jelasnya, diukur atau dikenakan dibadan sendiri. Jadi yang dimaksud tepa slira adalah imbauan agar segala sesuatu yang terjadi diusahakan untuk diukur atau diterapkan pada diri sendiri, agar perbuatan kita tidak semena-mena, semau sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
                tepa slira merupakan salah satu ajaran penting dijawa dalam menciptakan tenggang rasa. Contohnya, kalau merasa sakit ketika dicubit, maka janganlah mencubit orang lain. Jika tersinggung kalau diejek mengenahi kelemahan diri sendiri, maka jangan pula mengejek kelemahan orang lain, karena dia juga pasti tersinggung.

Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata
                Artinya, desa mawa cara (desa mempunyai adat sendiri), negara mawa tata (negara memiliki tatanan, aturan, atu hukum tertentu). Peribahasa tersebut memuat inti dari pandangan kalangan tradisional jawa yang menghargai adanya pluralitas dengan segala perbedaan adat kebiasaannya. Kaitannya dengan pandangan ini, desa telah membentuk kebiasaan (angger-angger) untuk lingkungn sendiri yang cenderung lebih lentur. Sementara negara memang memerlukan hukum atau peraturan yang lebih tegas, namun bersumber pada adat-istiadat yang tumbuh brkembang dalam masyarakat.
                Peribahasa ini juga mengingatkan kepada para pendatang yang tinggal didaerah lan. Dimanapun berada, seseorang harus pandai-pandai memahami, menghormati dan menyesuaikan diri dengan adat-istiadat setempat. Mana yang disetujui digunakan, mana yang tidak disepakati jangan diterapkan. Meskipun demikian, janganlah melecehkan nilai-nilai yang tdak disetujui, terlebih bermaksud mengubahnya secara drastis. Sebab, perbuatan tersebut kemungkinan besar dapat menimbulkan kesalah paham dengan pihak lain yang berjuang pada friksi dan konflik yang tidak diinginkan.

Ngilmu Iku Kelakone Kanthi Laku
                Artinya, ngilmu iku (mencari ilmu itu), kelakone (tercapainya), kanthi laku (lewat proses atau perjalanan lahir-batin). Menurut pandangan jawa, ngelmu berbeda dengan ilmu. Ngelmu adalah ajaran batin untuk bekal hidup di dunia dan akhirat. Untk memperolehnya pun memerlukan kekuatan batin serta penghayatan pribadi, bukan dengan aktivitas logika melulu. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang dikemas secara sistematis, disusun berdasarkan metodologi tertentu yang berlandaskan nalar atau logika.
                Menurut kepercayaan jawa, untuk mendappatkan ngelmu, seseorang harus menggunakan rasa, batin, atau laku pribadi. Upaya tersebut jelas berbeda dengan mencari ilmu yang harus duduk dibangku sekolah. Ngelmu juga hanya bisa dikuasai setelah dilakoni . bukan sekedar dipelajari seperti matematika, melainkan harus dipraktikkan sebagaimana shalat dan puasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar